0

Yuk, Ajak Anak Bermain Sesuai Usianya!

Dikutip dari dari artikel http://www.parenting.co.id, bermain adalah dunia anak. Jadi jangan salahkan atau jangan larang bila aktivitas mereka yang tampak adalah bermain terus-menerus. Sebab, bermain bukan sekadar aktivitas yang menghibur bagi anak-anak, melainkan juga cara mereka untuk belajar banyak hal di dunia ini. Bahkan, saking pentingnya, bermain juga tak luput dari hak anak yang tertera dalam Konvensi Hak Anak PBB yang harus dipenuhi oleh orang tua.
 

Susana Ang, BBA., Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, dan Praktisi Terapi Bermain, mengatakan, “Main itu kebutuhan mereka. Kalau kita larang anak-anak main, bisa mengganggu kesehatan fisik, emosional, motorik, dan kognitifnya.” Menurut Susan, untuk mengoptimalkan manfaat bermain bagi perkembangan anak secara keseluruhan, maka orang tua perlu memahami permainan apa yang cocok untuk dimainkan sesuai usia.
 
Nah, berikut ini referensi mengajak si kecil bermain sesuai dengan usianya:
 
0-12 Bulan
Kata siapa bayi tidak bisa bermain? Cilukba adalah salah satu permainan yang paling disukai bayi. Di usia ini, orang tua bisa mengajak bayi bermain dengan merangsang inderanya. Misal, dengan memasang gantungan warna-warni yang bisa berbunyi di atas boks bayi. Mainan ini bisa merangsang indera penglihatan serta indera pendengaran bayi.
 
“Kalau sudah bisa duduk, kasih mainan yang bisa dia pencet. Misal komputer-komputeran yan bisa mengeluarkan bunyi berbeda-beda,” saran Susana. Atau Anda juga bisa memberinya soft book atau buku bertekstur yang juga mengeluarkan suara bila disentuh. Ini akan melatih indera peraba, penglihatan serta pendengarannya.
 
1-2 Tahun
Menurut Susana, hingga usia dua tahun, permainan yang sangat baik untuk mengoptimalkan perkembangan anak adalah permainan sensori yang dilengkapi dengan stimulasi untuk motorik halus. Melanjutkan dari usia bayi, di usia ini anak bisa diajak bermain menggenggam berbagai tekstur yang berbeda, seperti pasir, tepung, dan beras. Perlahan, ajarkan mereka untuk mengganti menggenggam dengan mencubit atau menjumput atau menggunakan berbagai media seperti sendok. Anak-anak juga bisa diajak membuat air berwarna-warni.
 
Susana juga mengatakan bahwa ada masa transisi di usia 12-13 bulan di mana anak sudah mulai bisa diajak bermain pretend play seperti mobil-mobilan, masak-masakan, atau dokter-dokteran. Komnbinasikan pretend play dengan permainan yang bisa melatih semua panca inderanya termasuk indera penciuman dengan mengajaknya bermain ‘tukang sayur’ di mana ia bisa mencium aroma berbagai rempah. Atau latih indera perasanya dengan bermain ‘menu rahasia’ di mana Anda menjadi koki yang menutup matanya dan minta ia mencicipi berbagai bahan makanan seperti garam, gula, selai nanas, dan lain sebagainya.
 
2-3 Tahun
Di usia ini, orang tua bisa memfasilitasi permainan yang mengasah motorik kasar atau kemampuan fisik anak-anak, misal melompat atau berlari. “Kasih mainan yang lebih challenging, misal sepeda roda tiga, atau main melempar bola,” ujar Susana.
 
Buat permainan yang seru seperti ‘kebun binatang’ di mana anak bisa memerankan menjadi katak dan mempraktikkan lompat katak atau berperan menjadi flamingo di mana mereka harus mencoba berjalan dengan satu kaki.
 
3-4 Tahun
Di usia ini, rentang perhatian anak-anak sudah meningkat. Mereka sudah bisa bertahan fokus menyelesaikan sesuatu sampai selesai. Beri mereka permainan sejenis puzzle, play dough, atau balok. “Di umur segini, apa yang mereka bangun sudah ada artinya,” ujar Susana.
 
>4 Tahun (Usia TK)
Orang tua bisa mengajak anak bermain board game sederhana seperti ular tangga atau congklak. “Mereka juga sudah mulai permainan kooperatif dengan teman, misal lari-larian atau petak umpet,” ujar Susana lagi. Ini adalah waktu yang tepat untuk mengembangkan kemampuan sosialisasi mereka.
 
Tak Harus Mahal
Menurut Susana, tidak semua mainan anak harus mahal. Bahkan, juga tak harus beli. ”Anak saya main kardus bekas aja happy-nya bukan main,” ceritanya. Memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar kita untuk bermain juga bisa menjadi contoh kreativitas untuk anak.
 
Kotor Lagi, Kotor Lagi
Susana berkata, “Kadang ada Mama-Papa yang nggak mau repot, nggak mau kotor. Padahal ada masa anak perlu main messy play yang benar-benar ngeberantakin, misal cat air dicoret ke mana-mana atau glitter dituangin dan nggak ada tujuannya.” Manfaatkan momen ini untuk mengajarkan mereka disiplin, juga membereskan semua mainan setelah selesai digunakan.
 
15 Menit Sehari
Permainan semenarik apa pun atau semahal apa pun akan kurang bila orang tua tidak terlibat. Oleh karenanya, Susana menyarankan agar orang tua punya special time untuk menemani anak bermain. “Nggak perlu lama, komitmen 15 menit sehari, deh, di jam yang sama setiap hari,” sarannya. “Tapi, itu benar-benar jadi waktu buat anak. Gadget taruh dulu. Bermain bersama anak bisa menumbuhkan kedekatan,” tutupnya.
 
Jadi, sudah kepikiran mau main apa dengan si kecil?

Advertisement
6

Tips Mendidik Anak Menjadi Anak Yang Berani

Dengan pemahaman yang sangat terbatas, si kecil sangat membutuhkan rasa aman terhadap sekelilingnya. Anak yang terbiasa ditakut-takuti parents atau orang di sekelilingnya, akan tumbuh menjadi anak yang penakut. Berikut ini adalah tips untuk mendidik anak menjadi anak yang berani:

IMG_0571

Tanamkan konsep yang benar

Si kecil perlu ditanamkan berulang kali bahwa ada Tuhan yang selalu melindungi mereka, karena mereka disayang Tuhan. Ajaklah si kecil untuk berdoa dan meminta perlindungan Tuhan setiap hari. Dengan demikian, si kecil akan merasa aman dalam perlindungan Tuhan, dan tumbuh dengan sikap yang positif.

Parents tidak perlu memperkenalkan kepada si kecil kosakata hantu, pocong, dkk. Ketidak-tahuan anak mengenai hal tersebut membuatnya tidak perlu merasa takut. Tak kenal maka tak takut. Parents perlu mensensor film apa yang boleh dilihat anak, termasuk film apa yang pantas parents tonton apabila ada si kecil. Lindungi anak dari melihat poster-poster film yang menyeramkan, bahkan iklan TV yang terkadang menyelipkan unsur horor.

Si kecil tidak akan takut menghadapi kegelapan apabila orang di sekelilingnya tidak menanamkan konsep takut akan kegelapan. Terkadang tanpa sadar, parents atau pengasuh menakuti si kecil dengan mengatakan, “Jangan naik ke sana, iiihhhh…. di sana gelap”. Apabila anak takut gelap, katakanlah, “O…kalau gelap, nyalakan lampu saja, pasti gelapnya langsung jadi terang”

Pengalaman Pribadi Saya :

Suatu hari anak saya yang waktu itu duduk di kelas TK A menanyakan saya ketika pulang sekolah, “Mami, hantu apa sih?” Ternyata dia baru pertama kali mendengar tentang kosakata itu dari teman sekelasnya. Saya kemudian menjelaskan, “Hantu itu takut sama Tuhan, jadi kalau ada Tuhan di hati kita, hantu tidak akan berani sama kita. Banyak orang berpura-pura menjadi hantu untuk mentakut-takuti orang lain. Makanya kadang-kadang di tempat rekreasi ada rumah hantu. Di film-film juga ada banyak orang yang pakai kostum supaya seram kayak hantu, padahal itu hanya boongan. Jadi kamu ga usah takut.”

Sewaktu dia berumur 8 tahun, dia bisa menenangkan adiknya yang tidak sengaja melihat iklan film kartun yang menampilkan sosok orang tertutup kain putih semua, “itu dalamnya orang, ga usah takut”

Melatih, dan memberi anak sebuah tantangan

Membangun rasa percaya diri anak

Membangun rasa percaya diri si kecil bisa dilakukan sejak anak mulai mendapat aktivitas di sekolah. Rasa percaya diri tidak muncul dengan sendirinya, oleh karena itu rasa confidence ini harus dibangun oleh lingkungan tempat dia berada, baik di rumah, maupun di sekolah. Salah satu cara yang mudah untuk dilakukan oleh orang tua adalah dengan mendukung kreativitasnya, seperti turut mengikut sertakan anak pada performance sekolah misalnya. Berikan pujian kepada anak bila dia mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, namun berikan pujian dengan tidak berlebihan agar anak merasa nyaman. Selain itu, bila orang tua terlalu sering memuji atau memberikan pujian berlebih, anak akan jadi sulit membedakan akan hal yang bersifat umum dan memang layak untuk dipuji.

IMG_20150909_172028_20150909172117508

Menghadapi kematian keluarga dekat

Si kecil pasti merasa sangat kehilangan dan mempunyai banyak pertanyaan seputar kepergian keluarga dekat mereka seperti opa/oma yang begitu mengasihi mereka. Banyak anak menjadi takut berkelebihan sehingga tidak berani ke kamar mandi seorang diri walaupun di siang hari. Parents dapat menghindari hal demikian terjadi dengan penjelasan yang sederhana yang dapat dimengerti si kecil, dan menanamkan kenangan manis saja mengenai opa/omanya dalam memori si kecil.

Pengalaman pribadi saya:

Papa saya meninggal ketika cucu-cucunya baru berusia 2.5 dan 6 tahun. Saya ingin mereka mempunyai kenangan yang indah saja mengenai opa mereka, sehingga saya tidak membawa mereka ke rumah duka, sebelum peti jenazah ditutup. Saya ingin mencegah mereka melihat keadaan opa mereka yang terbujur kaku dengan bentuk/warna wajahnya yang sudah berubah sehingga cenderung menakutkan. Harapan saya adalah supaya anak-anak saya hanya merekam dalam memorinya wajah opa mereka selagi hidup, yang selalu tersenyum bermain dengannya, sehingga mereka tidak akan merasa takut apabila dia teringat opanya ataupun ketika melihat foto opanya terpajang di dinding. Saya menjelaskan bahwa opa sudah diajak Tuhan ke surga untuk tinggal bersama Tuhan, kita akan bertemu lagi di kemudian hari di surga. Peti jenazah yang mereka lihat hanyalah treasure box yang berisi kenangan-kenangan tentang opa. Treasure box disimpan dalam tanah, dan perlu kita jenguk sekali-kali untuk mengenang opa dan sekaligus memastikan treasure boxnya aman dan dipelihara dengan baik. Alhasil, sepeninggal opanya pun anak-anak saya tidak menjadi anak yang penakut kemana-mana dan selalu gembira apabila saya ajak berkunjung ke kuburan opanya. (SA)

0

Tips Mendidik Anak Menjadi Kreatif

Si kecil memiliki daya kreativitas yang tinggi tentunya menjadi impian para parents. Ketika melihat si kecil bertanya-tanya dan bertingkah laku dengan kreativitas tentu akan menimbulkan kebahagian sendiri bagi parents. Berikut ini tips mendidik anak untuk menjadi kreatif dalam kesehariannya :

Memberikan ruang gerak pada anak

Sifat alami anak adalah tidak suka dibatasi dan selalu ingin mencoba hal-hal baru. Saat si kecil dikekang dengan peraturan ini-itu, ia akan menjadi sosok yang takut melakukan sesuatu karena larangan-larangan yang selalu parents sampaikan kepadanya. Oleh sebab itu, biarlah si kecil bergerak sesuai keinginannya dalam pengawasan parents agar kreativitasnya tidak membahayakan atau bersifat merusak.

Memberikan pengarahan yang logis

Si kecil yang kreatif identik dengan karakter aktif; karakter aktif memiliki kecenderungan intelegensi yang tinggi. Sehingga mendidik anak menjadi kreatif dapat dilakukan dengan mengarahkan si kecil dengan hal yang logis dan positif.

Menenangkan diri sebelum menasehati anak

Seringkali parents menasehati si kecil dengan melibatkan emosi. Jika demikian, si kecil bukannya jera malah akan semakin membangkang atau menjadi sosok pendiam dengan kreativitas rendah. Tenangkanlah diri dulu sebelum menasihati agar si kecil lebih nyaman sehingga apa yang mau parents sampaikan bisa diterima dengan lebih mudah.

Sabar dan tekun dalam mendidik anak

Si kecil terkadang berulang kali melakukan kesalahan yang sama. Hendaklah parents tidak bosan dalam membenarkan dan meluruskan kesalahan si kecil. Hal ini akan membuka wawasan dan kreativitas si kecil tentang bagaimana ia harus berperilaku.

Mengisi liburan dengan kreatif

Sesekali ajaklah si kecil berlibur ke tempat yang unik, seperti tempat outbond, sentra kerajinan tangan, tempat wisata alam, dll. Carilah referensi tempat-tempat baru agar si kecil terus mendapatkan masukan yang baru.

Mengajarkan permainan yang kreatif

Salah satu cara mendidik anak menjadi kreatif adalah melalui permainan.  Ajarlah permainan yang mengasah kreativitas si kecil. Di era modern ini, ada banyak referensi yang bisa parents dapatkan dari buku, majalah maupun internet.

Sumber : perempuan.com