Dengan pemahaman yang sangat terbatas, si kecil sangat membutuhkan rasa aman terhadap sekelilingnya. Anak yang terbiasa ditakut-takuti parents atau orang di sekelilingnya, akan tumbuh menjadi anak yang penakut. Berikut ini adalah tips untuk mendidik anak menjadi anak yang berani:
Tanamkan konsep yang benar
Si kecil perlu ditanamkan berulang kali bahwa ada Tuhan yang selalu melindungi mereka, karena mereka disayang Tuhan. Ajaklah si kecil untuk berdoa dan meminta perlindungan Tuhan setiap hari. Dengan demikian, si kecil akan merasa aman dalam perlindungan Tuhan, dan tumbuh dengan sikap yang positif.
Parents tidak perlu memperkenalkan kepada si kecil kosakata hantu, pocong, dkk. Ketidak-tahuan anak mengenai hal tersebut membuatnya tidak perlu merasa takut. Tak kenal maka tak takut. Parents perlu mensensor film apa yang boleh dilihat anak, termasuk film apa yang pantas parents tonton apabila ada si kecil. Lindungi anak dari melihat poster-poster film yang menyeramkan, bahkan iklan TV yang terkadang menyelipkan unsur horor.
Si kecil tidak akan takut menghadapi kegelapan apabila orang di sekelilingnya tidak menanamkan konsep takut akan kegelapan. Terkadang tanpa sadar, parents atau pengasuh menakuti si kecil dengan mengatakan, “Jangan naik ke sana, iiihhhh…. di sana gelap”. Apabila anak takut gelap, katakanlah, “O…kalau gelap, nyalakan lampu saja, pasti gelapnya langsung jadi terang”
Pengalaman Pribadi Saya :
Suatu hari anak saya yang waktu itu duduk di kelas TK A menanyakan saya ketika pulang sekolah, “Mami, hantu apa sih?” Ternyata dia baru pertama kali mendengar tentang kosakata itu dari teman sekelasnya. Saya kemudian menjelaskan, “Hantu itu takut sama Tuhan, jadi kalau ada Tuhan di hati kita, hantu tidak akan berani sama kita. Banyak orang berpura-pura menjadi hantu untuk mentakut-takuti orang lain. Makanya kadang-kadang di tempat rekreasi ada rumah hantu. Di film-film juga ada banyak orang yang pakai kostum supaya seram kayak hantu, padahal itu hanya boongan. Jadi kamu ga usah takut.”
Sewaktu dia berumur 8 tahun, dia bisa menenangkan adiknya yang tidak sengaja melihat iklan film kartun yang menampilkan sosok orang tertutup kain putih semua, “itu dalamnya orang, ga usah takut”
Melatih, dan memberi anak sebuah tantangan
Membangun rasa percaya diri anak
Membangun rasa percaya diri si kecil bisa dilakukan sejak anak mulai mendapat aktivitas di sekolah. Rasa percaya diri tidak muncul dengan sendirinya, oleh karena itu rasa confidence ini harus dibangun oleh lingkungan tempat dia berada, baik di rumah, maupun di sekolah. Salah satu cara yang mudah untuk dilakukan oleh orang tua adalah dengan mendukung kreativitasnya, seperti turut mengikut sertakan anak pada performance sekolah misalnya. Berikan pujian kepada anak bila dia mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik, namun berikan pujian dengan tidak berlebihan agar anak merasa nyaman. Selain itu, bila orang tua terlalu sering memuji atau memberikan pujian berlebih, anak akan jadi sulit membedakan akan hal yang bersifat umum dan memang layak untuk dipuji.
Menghadapi kematian keluarga dekat
Si kecil pasti merasa sangat kehilangan dan mempunyai banyak pertanyaan seputar kepergian keluarga dekat mereka seperti opa/oma yang begitu mengasihi mereka. Banyak anak menjadi takut berkelebihan sehingga tidak berani ke kamar mandi seorang diri walaupun di siang hari. Parents dapat menghindari hal demikian terjadi dengan penjelasan yang sederhana yang dapat dimengerti si kecil, dan menanamkan kenangan manis saja mengenai opa/omanya dalam memori si kecil.
Pengalaman pribadi saya:
Papa saya meninggal ketika cucu-cucunya baru berusia 2.5 dan 6 tahun. Saya ingin mereka mempunyai kenangan yang indah saja mengenai opa mereka, sehingga saya tidak membawa mereka ke rumah duka, sebelum peti jenazah ditutup. Saya ingin mencegah mereka melihat keadaan opa mereka yang terbujur kaku dengan bentuk/warna wajahnya yang sudah berubah sehingga cenderung menakutkan. Harapan saya adalah supaya anak-anak saya hanya merekam dalam memorinya wajah opa mereka selagi hidup, yang selalu tersenyum bermain dengannya, sehingga mereka tidak akan merasa takut apabila dia teringat opanya ataupun ketika melihat foto opanya terpajang di dinding. Saya menjelaskan bahwa opa sudah diajak Tuhan ke surga untuk tinggal bersama Tuhan, kita akan bertemu lagi di kemudian hari di surga. Peti jenazah yang mereka lihat hanyalah treasure box yang berisi kenangan-kenangan tentang opa. Treasure box disimpan dalam tanah, dan perlu kita jenguk sekali-kali untuk mengenang opa dan sekaligus memastikan treasure boxnya aman dan dipelihara dengan baik. Alhasil, sepeninggal opanya pun anak-anak saya tidak menjadi anak yang penakut kemana-mana dan selalu gembira apabila saya ajak berkunjung ke kuburan opanya. (SA)